Riset Kolaborasi Blue Carbon: UMRAH dan NUS Bersatu untuk Mitigasi Perubahan Iklim

Bintan, Kepulauan Riau – Perairan Kepulauan Riau menjadi saksi lahirnya sebuah kolaborasi riset internasional yang menjanjikan. Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan (FIKP) Universitas Maritim Raja Ali Haji (UMRAH) bekerja sama dengan National University of Singapore (NUS) dalam proyek riset Blue Carbon. Penelitian ini berfokus pada pengukuran stok karbon dan emisi karbon yang tersimpan dalam sedimen ekosistem mangrove dan lamun.
Kegiatan riset ini berlangsung pada 11 hingga 16 September 2025 di Perairan Desa Pengudang dan Teluk Bakau, Bintan. Selama hampir satu minggu penuh, tim gabungan UMRAH dan NUS melakukan serangkaian aktivitas penelitian intensif di lapangan, mulai dari pengambilan sampel hingga analisis awal. Di bawah teriknya matahari pesisir dan kondisi pasang surut yang dinamis, tim bekerja sama dengan penuh semangat meskipun menghadapi tantangan teknis seperti akses menuju lokasi mangrove yang berlumpur tebal serta pengoperasian alat penelitian di tengah gelombang laut.


Kolaborasi riset ini dipimpin oleh dosen FIKP UMRAH Aditya Hikmat Nugraha, M.Si, bersama tiga peneliti NUS, yaitu Dr. Ow Yan Xiang, Naima Iram, dan M. Ariq Khalingga, serta tujuh mahasiswa UMRAH yang turut aktif terlibat dalam setiap tahapan penelitian.
Ekosistem mangrove dan lamun selama ini dikenal sebagai benteng alami pesisir. Namun, lebih dari sekadar pelindung, keduanya juga menyimpan potensi besar sebagai penyerap karbon alami. Penelitian ini bertujuan untuk menggali data akurat mengenai stok karbon dan emisi karbon yang dihasilkan, sehingga bisa memberikan gambaran nyata tentang peran ekosistem pesisir dalam mitigasi perubahan iklim.
Lebih dari sekadar penelitian lokal, riset ini memiliki cakupan yang lebih luas hingga tingkat regional ASEAN. Hasil data yang dikumpulkan diharapkan dapat memberikan pijakan kuat bagi pembuat kebijakan di kawasan untuk merumuskan strategi iklim yang lebih efektif.
Dalam pelaksanaannya, tim dibagi menjadi dua kelompok. Tim pertama fokus pada pengambilan sampel core sedimen dari ekosistem mangrove dan lamun. Mereka juga mengidentifikasi jenis-jenis vegetasi serta menghitung stok karbon yang tersimpan. Pengukuran emisi karbon dilakukan dengan dua cara: melalui analisis sampel di laboratorium NUS, serta secara langsung di lapangan menggunakan perangkat Picarro. Menariknya, tim ini akan kembali pada Januari 2026 untuk mendapatkan data musiman sebagai pembanding.
Sementara itu, tim kedua berkonsentrasi pada ekosistem lamun. Dengan menggunakan sediment trap, mereka mengumpulkan sedimen selama 24 jam untuk kemudian dianalisis lebih lanjut di Laboratorium FIKP UMRAH. Aktivitas pengambilan data ini kerap dilakukan saat air laut pasang, sehingga membutuhkan koordinasi yang cermat dan keterampilan teknis dari para mahasiswa dan peneliti. “Kolaborasi ini diharapkan menjadi jembatan menuju kerja sama internasional yang berkelanjutan, serta memberikan kontribusi nyata terhadap mitigasi perubahan iklim di kawasan ASEAN,” pungkas Aditya Hikmat Nugraha, M.Si.
Harapan ke Depan
Riset Blue Carbon ini bukan hanya soal mengukur angka dan data. Ia adalah tentang memahami bagaimana laut dan pesisir kita bekerja untuk masa depan bumi yang lebih hijau. Dengan dukungan ilmu pengetahuan, kerja sama lintas negara, serta semangat generasi muda, Kepulauan Riau kini menjadi bagian penting dalam upaya global melawan perubahan iklim.

🌱 UMRAH x NUS: Bersama untuk Solusi Iklim yang Berkelanjutan

Laporan Oleh:

Muhammad Fajar Fajri Fardillah,S.Pi.,M.Si

Editor

M. Johar Rudin,S.Pi.,M.Si

Scroll to Top